Thursday 15 December 2016

Forelsket - Part End - [Part Story]



Forelsket Part End
By. DewaSa

**

Sebelum mengakhirinya, Aku mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kalian yang sudah membacanya. Forelsket diambil dari bahasa Norwegia yang berarti "perasaan aneh yang pertama kali muncul ketika kau jatuh cinta.", itupun kalua kalian kepengen tahu.

Sejujurnya, pesan ini sudah Aku buat sebelum kalian memutuskan untuk membaca tulisanku ini. Aku bukan peramal yang bisa menduga dengan tepat seperti apa tanggapan kalian. Oh ya, maaf atas ending yang seperti ini. Aku sendiri tak puas dengan apa yang telah aku perbuat. Ejek saja, Aku akan terima. Intinya, terima kasih karena sudah menjadi pembaca yang baik. Salam.

**

Forelsket - Part 06 - [Part Story]



Forelsket Part 6
By. DewaSa

Hari ini adalah hari terakhir kami di kota kecil ini. Ibu kota yang suasananya tak seperti ibukota yang dimiliki provinsi lain. Sarana prasarananya biasa saja, udaranya panas khas kota-kota yang terletak di jalur pantura, udaranya berdebu hebat, dan tak punya jantung kota.

Bagaimana sekumpulan organ bisa tetap bekerja jika tak ada terminal yang mendistribusikan segalanya? Jantung, kota ini butuh jantung. Sederhananya, Aku tak terlalu menyukai kota ini. Namun, Aku selalu memiliki alasan untuk kembali, yaitu makam nenek. Kota ini perlu sesuatu untuk menarik kebali wisatawan, kota ini perlu magnet sekaligus suatu sistem yang mampu memompa -apapun itu- untuk membuatnya lebih terasa hidup. Baiklah, narasi ini sangat 'pointless'. Tapi sungguh, Aku rasa Semarang adalah ibu kota yang bukan seperti ibu kota.

Forelsket - Part 05 - [Part Story]



Forelsket Part 5
By. DewaSa

Aku mengajaknya istirahat di seputaran taman KB yang ada di dekat Wonderia. Tidak terlalu dekat jika Kau sanggup memacu kakimu hingga pegal tapi terlalu dekat jika Kau memutuskan untuk naik mikrolet yang kadang memasang tarif gila-gilaan. Ya, Aku mengajaknya jalan-jalan dengan kendaraan umum agar Ia mengenal Semarang, kota kelahiranku.

"Kau tahu? Kadang Aku merasa rindu." ungkapnya.

Aku menyerot sedikit es doger yang baru saja kami beli saat perjalan kemari. "Rindu? Dengan siapa?"

"Lana." jawabnya singkat.

Forelsket - Part 04 - [Part Story]



Forelsket Part 4
by. DewaSa 

Aku bisa apa? Aku hanya memandanginya saat dia terburu-buru menaiki tangga. Ia marah, tentu saja. Siapa yang tak marah ketika wajahnya kena tonjok?

Menyusulnya bukan langkah yang tepat saat ini. Membiarkan dirinya sendiri dan memercayai pepatah "time heals everyting" adalah cara yang paling baik. Membuatnya berdamai dengan hatinya sendiri, memberikannya waktu untuk tenang, dan memberinya kebebasan.

Aku tak menyusulnya.

Forelsket - Part 03 - [Part Story]



Forelsket Part 3
By. DewaSa

"Aku tahu Kau meninggalkanku lagi semalam." Io menuduh.

"Kau tahu? Aku mengetahuinya saat aku meraba-raba sisi kiriku dan tak menemukanmu. Bagaimana jika Aku didatangi hantu yang semalam Aku lihat? Bagaimana jika Dia sengaja menyamar jadi dirimu untuk mendapatkanku?" sambungnya.

"Sejujurnya," Aku membuka mulutku.

"Apa?" dari nadanya Aku tahu jika Ia semakin menuntut jawaban dariku.

Forelsket - Part 02 - [Part Story]



Forelsket Part 2
By. DewaSa

Io memainkan makanannya. Sepertinya Ia masih malu terhadapku. Wajahnya merah padam, pipinya merona.

"Makanlah. Jangan merajuk hanya karena salah menebak namaku." bujukku.

"Ya, Aku tak habis pikir, mengapa Ia semudah itu membohongi orang yang baru saja Ia kenal?"

Forelsket - Part 01 - [Part Story]



Forelsket Part 1
By. DewaSa

**
Sekilas saja.

Cerita ini adalah salah satu cerita lanjutan dari ceritaku yang sebelumnya, yaitu "Hai, Orang Asing." Sekali lagi, ini cerita lanjutan. Dalam cerita ini Aku terinspirasi oleh novel laris karangan Songkalot Bangyikhun yang berjudul Two Shadows in Korea. Saking larisnya, novel tersebut hingga di angkat menjadi film layar lebar dan mendapat berbagai penghargaan di negara asalnya, Thailand.

Filmnya adalah film Thailand bergenre "Straight" terbaik setelah film You Are The Apple of My Eye. Yah, meskipun itu menurut versiku sendiri. Oh iya, judul filmnya Hello Stranger. Film yang patut kalian tonton.

"Rahasia Usuf" by Spermatopia [Short Story]



Rahasia Usuf
By. Spermatopia

Di sebuah rumah kosong dan kecil, terdengar samar suara jeritan dan erangan. 
"Ahhh... Euuuh... "

Suara itu datang dari seorang lelaki tampan nan sexy yang sedang duduk dengan ikatan di tangannya. Kejantanan pria sexy yang lumayan menggiurkan itu tengah di perah oleh seseorang, semakin lama, tubuh pria ini makin berkeringat dan erangannya semakin menjadi. Croot! croot! 

"Kenangan Kita" by Robynokio [Short Story]



Kenangan Kita
By. Robynokio

Kakiku berpijak di tempat yang sama, setahun yang lalu. Kupejamkan mata memutar kenangan lalu. 

“Nanti kita ke sini lagi ya?”, ujarmu.

“Kapan?”

“Saat Aku, Kamu, dan Tuhan sudah bersatu”, katamu.

"Sebentuk Perasaan Ini" by Robynokio [Short Story]



Sebentuk Perasaan Ini
By. Robynokio

Aku tak bisa bersikap seolah-olah seperti aku tidak merasakan apa-apa. Setiap kali kamu ada, bibirku melengkung dan jantungku berdetak dua kali lebih cepat tanpa kuminta. Aneh.

Kamu hebat. Bagaimana bisa kau membuatku merasakan kehadiranmu kuat, padahal tak pernah sekalipun kau berdisi di sampingku? Bahkan saat menulis ini pun, kurasakan tanganmu ikut menulisnya.

"Sepintas Kata" by Robynokio [Short Story]



Sepintas Kata
by. Robynokio

Sayang,

Dulu kita hanyalah sebuah kata. 
Yang tercipta terpisah, tanpa pernah ada niatan untuk dapat hidup bersama.
Lalu kemudian datang suatu kebetulan dimana kita dipertemukan dalam sebuah paragraf prosa.

Friday 19 August 2016

Burung Kertas by Nayaka Al-Gibran - End Of Part - [Part Story]



Burung kertas Part End
By : Nayaka Al Gibran

Padang Bulan, Oktober 2004

Kami melewati Bulan Puasa Teuku sama seperti dulu. Aku masih ikut sahur dan berbuka bersamanya, kadang-kadang masih mengisi perut dengan segelas jus atau air mineral dingin di siang hari, masih sering tertidur ketika sedang mendengarnya membaca kitab suci. Bedanya, kami tidak lagi membeli menu sahur sepulang dia dari mesjid. Karena sudah punya motor, kami membeli menu sahur tepat di jamnya. Seperti dulu, aku menikmati rutinitasku, bahkan lebih menikmatinya kini.

***

Burung Kertas by Nayaka Al-Gibran - Part 05 - [Part Story]



Burung Kertas Part 5
By : Nayaka Al Gibran

Padang Bulan, 07 Juli 2004

Aku mendapat kado sehelai oblong warna hitam dari Teuku sebagai hadiah ulang tahunku. Dia juga membelikan kue tart dan lilin angka 19 untukku. Tidak sepertiku yang mengagetkannya tepat tengah malam, Teuku baru masuk kamarku setelah sembahyang subuh. Aku memakluminya, dia tak pernah mengejutkan orang ketika masih dalam jam dimana si orang tersebut seharusnya beristirahat. Itu katanya.

“Masih terhitung awal bulan, jadi aku beli yang mahalan dikit…” ujarnya ketika aku mempentangkan oblong itu dari bungkusnya.

Aku tersenyum senang ketika melihat labelnya, dia benar, ini cukup mahal. Tapi aku masih ingin balas dendam mengingat betapa dia pernah membuatku geram saat ultahnya Desember kemarin.

“Coba kalau warnanya putih ya, Ngil… bakal lebih senang.”

“Aku kan beli sesuai seleraku, kalau mau yang warna putih harusnya kamu kasih uangnya ke aku lebih dulu. Gak terima kasih banget…”

“Bercanda…” tukasku sambil tertawa. “Makasih ya, Ngil…”

Burung Kertas by Nayaka Al-Gibran - Part 04 - [Part Story]



Burung Kertas Part 4
By : Nayaka Al Gibran

Kota Medan, tahun baru 2004

Aku membawa Teuku melihat pesta kembang api di alun-alun kota Medan. Kami sudah terlunta-lunta sejak pukul sembilan malam. Teuku berkali-kali mengeluh kakinya pegal dan mengajakku duduk dimana saja. Kalau tidak ingat bakal mengundang perhatian, ingin saja aku mendukungnya di punggungku, dia tidak lebih berat dari kopernya yang pernah kupikul dulu.

“Jayen… kakiku rasanya mau tanggal. Nyesal deh aku ikut ajakanmu…”

“Tepat tengah malam saat kembang apinya sudah memenuhi langit Medan, rasa sesalmu bakal terinjak-injak hancur tak bersisa,” cetusku sambil menyodorkan kaleng soft drink buatnya. “Lagipula, ini kan pesta setahun sekali, masa kamu mau ngurung diri di kamar kos dengan film-film gak jelas di laptopmu itu.”

“Film-ku jelas tau, memangnya laptopmu, isinya bokep semua.” Dia menenggak isi kaleng dengan rakus, “Alamat harus cari kamar kecil lagi nih…”

Burung Kertas by Nayaka Al-Gibran - Part 03 - [Part Story]



Burung Kertas Part 3
By : Nayaka Al Gibran

Padang Bulan, 23 Desember 2003

Sebenarnya aku ingin pulang merayakan natal bersama keluargaku di Kisaran seperti Teuku yang tega meninggalkanku untuk merayakan lebaran dengan keluarganya di Banda Aceh. Aku benci bila ingat bagaimana dia membuatku kehabisan akal untuk menghalangi kepulangannya di penghujung Bulan Puasa lalu, saat itu dia sedang memasukkan baju-baju ke ranselnya.

“Aku bisa nangis penuh satu bak mandi bila gak nyium tangan abah dan ummiku setelah Shalat Ied…” jawabnya ketika aku memintanya untuk tidak pulang.

“Iya, aku ngerti… tapi liburnya kan cuma sebentar, cape loh bolak-balik. Banda Aceh tuh jauh…”

Dia melotot, “Kamu sanggup liat aku di sini kayak duda ditinggal mati istri, bengong sambil nangis di hari raya? Kamu gak kasihan?”

Burung Kertas by Nayaka Al-Gibran - Part 02 - [Part Story]



Burung Kertas Part 2
By : Nayaka Al Gibran

Aku sedang menyusun beberapa buku yang kubawa di atas meja belajar ketika pintu kamarku diketuk.

“Masuk…”

Satu wajah melongok di balik daun pintu, sepertinya aku mulai hapal garis senyum di wajahnya. “Aku tidak ngasih salam, takutnya kamu kebingungan menjawabnya nanti… karena jawab salam bagi kami itu wajib…” dia melangkah masuk setelah menutup pintu.

“Hemm… trims atas pengertiannya…” aku melanjutkan pekerjaanku dengan buku-bukuku.

“Kamu ngambil jurusan apa?” dia mulai melihat-lihat barangku yang masih berantakan di sekitar tempat tidur.

Burung Kertas by Nayaka Al-Gibran - Part 01 - [Part Story]



Burung Kertas Part 1
By : Nayaka Al Gibran

Seperti burung kertas….
Meski bersayap, namun ia tak dapat terbang
Ia tak bisa mengepakkan sayap lalu melanglang buana
Ia mustahil bergerak mencapai cakrawala luas
Karena bagaimanapun cantik wujud burung kertas,
Ia tetaplah sehelai kertas
Ia diam dan mati…

***

Ulee Lheue, 31 Desember 2012

Aku masih merasa canggung dengan diriku. Meskipun dulu pernah satu kali mengenakan peci dan baju koko yang kekecilan di badanku, tapi tetap saja saat ini rasanya bagai baru pertama kali aku menggunakan dua benda ini.

‘Kalau baju kokonya memang ukuranmu mungkin kamu bisa terlihat kayak muallaff…’

Apa benar aku tampak bagai muallaf? Senyum menyeruak di wajahku saat mengingatnya.

"LoVe In Bali" by Rayhand A. [Short Story]



LoVe In Bali
By. Rayhand Achmad 

“perbaiki nama dan citra mu !!!,aku tak mau tau!!”

Tegas Ikhsan ,meneger ku sambil membanting majalah yang berisikan berita ku tentang perskandalan itu,jujur…semuanya ini tak benar,itu hanyalah gosip belaka,ada yang berniat menghancurkan dan mencemarkan nama baik ku.

Nama ku Gamail Prasetya,Lahir di jakarta 21 tahun yang lalu.Aku adalah seorang intertain,aku memulai karierku sejak 2 tahun silam,saat itu nama ku belum banyak di kenal di kalangan masyarakat ini…dan sekarang karierku melesat tinggi,aku bukan lagi seorang aktor yang setiap hari muncul di layar televisi atau di film film bioskop,namun aku sekarang adalah seorang penyanyi,sejak aku mengeluarkan single pertama ku yang berjudul “Pelangi di matamu” milik salah satu band indonesia yupp JAMBRUD,aku mengaransement ulang lagu itu,karna menurut ku ..lagu iu penuh dengan kata kata yang bisa meluluhkan siapa saja.

"Bertemu Denganmu (Lagi)" by Robynokio [Short Story]



Bertemu Denganmu (Lagi)
By. Robynokio

Canggung.

Dalam benakku lama tertanam sejuta bayangan dirimu.

Aku terdiam terpaku. Mengenyahkan detak jantung yang berdebar kencang ketika mendapati dirimu di depan sana. Aku menggenggam erat-erat tanganku, menghilangkan gemetar yang dari tadi merasuk jemariku.

Redup terasa cahaya hati mengingat apa yang tlah kau berikan.

"Setengah Hati" by Robynokio [Short Story]




Setengah Hati
By. Robynokio

Malam itu, aku kembali tertegun. Membatu selayaknya karang yang tak goyah diterpa hempasan ombak. Terpaku tak mampu melangkah, pun mengucap. 

Aku sangat terdiam malam itu, melihat segala kemungkinan-kemungkinan bahwa kau akan pergi meninggalkanku– dan kau sendiri tak sedikitpun menyadari akan hal itu. Mungkin kau pikir aku tidak tahu, namun saat itu adalah kali pertama dimana tatapanku kembali kosong sekosong hati yang cintanya mulai terkuras lagi karena rasa kecewa.

"Taubat" by Ari Setiawan [Short Story]



Taubat
By. Ari Setiawan


Cinta bagiku adalah sebuah penantian
Penantian panjang tak berujung
Menelusuri jalan terjal, liku dan berbatu
Cinta bagiku adalah sebuah asa
Sebuah harapan di awang-awang
Terlihat dan tak bisa digapai
Cinta bagiku adalah sebuah aib
Aib yang membuat ku malu
Untuk saat ini dan hingga ku mati

Sunday 5 June 2016

"Luka" by Ari Setiawan [Short Story]



Luka
By.Ari Setiawan

Katakan ini mimpi!
Biar aku tersadar dan dapat kembali ke duniaku
Biarkan aku membuka mata untuk meyakinkan bahwa ini hanya bunga tidur semata

"Kenangan Kita" by Robynokio [Short Story]



Kenangan Kita
By. Robynokio

Kakiku berpijak di tempat yang sama, setahun yang lalu. Kupejamkan mata memutar kenangan lalu. 

“Nanti kita ke sini lagi ya?”, ujarmu.

“Kapan?”

“Saat Aku, Kamu, dan Tuhan sudah bersatu”, katamu.

"Aku Menyesal" by Robynokio [Short Story]



Aku Menyesal
By. Robynokio

Beritahu aku, bagaimana aku harus memulainya. Mereka mengatakan ini tak akan semudah jemariku, yang hampir setiap hari bercerita tentangmu.

"I Live My Life For You" by Lovelo [Short Story]



I LIVE MY LIFE FOR YOU

By. Lovelo ♡



Pernahkah kau mencintai seseorang sepenuh hati, sampai kau merasa napasmu berasal dari hembusan napasnya? Pernahkah kau mencintai seseorang sepenuh hati, sampai kau merasa siangmu sepekat malam jika dia tak datang? Pernahkah kau mencintai seseorang sepenuh hati, sampai kau merasa ingin mati saat dia meninggalkanmu sendiri?

"Sepintas Kata" by Robynokio [Short Story]



Sepintas Kata

by. Robynokio

Sayang,

Dulu kita hanyalah sebuah kata.
Yang tercipta terpisah, tanpa pernah ada niatan untuk dapat hidup bersama.
Lalu kemudian datang suatu kebetulan dimana kita dipertemukan dalam sebuah paragraf prosa.

Friday 13 May 2016

Smiling Face by Sa-Chan - Part End - [Part Story]



Smiling Face Part End
By : Sa-Chan

Last Face

Empat tahun kemudian,

Prefektur Hamamatsu-shi, Shizuoka

Author POV’s

Kota Hamamatsu terletak di antara kota besar Osaka dan Ibukota Jepang Tokyo. Menjadi tempat persinggahan yang nyaman bagi traveller, karena temperatur yang tidak sedingin tempat lain waktu musim dingin. Salju sangat jarang turun, bisa di katakan tidak pernah turun di Hamamatsu. Pantainya yang indah terdapat "Dune" (Padang Pasir) yang luas ramai pengunjung waktu musim panas dan festival. Hamamatsu Tower, reka bentuk bangunannya melambangkan Hamamatsu sebagai "MUSIC CITY". Menurut pakar peniup harmonika Sato-san, bangunan ini menyerupai harmonika. Di situ terletak Hotel Okura dan shopping mall, serta Stasiun Under One Roof !. Di komplek tower ini terdapat juga Museum Musik, di mana menyimpan alat musik tradisional Jepang maupun manca negara. Gamelan Jawa pun ada serta sering di mainkan oleh orang Jepang dan kadang di mainkan oleh "seniman" Jawa yang di undang khusus untuk pentas. Pada bulan Mei, yaitu liburan musim semi, di Hamamatsu ada festival MATSURI, seluruh desa di Hamamatsu menunjukkan atraksinya, yang terpusat di sekitar tower ini selama 3-4 hari. Kota Modern dengan tradisi ratusan tahun masih terpelihara. Ketika festival, terdapat beraneka warung makanan dari seluruh penjuru dunia, bertempat di Under Pass depan Okura City.

Smiling Face by Sa-Chan - Part 04 - [Part Story]



Smiling Face Part 4
By : Sa-Chan.

Face 4

Kiriya POV’s

Akal sehatku sudah hilang melihat kejadian tadi Sora bersama Fukatani, kekasihnya dulu. Sekarang aku sudah bergumul dengannya di atas kasur yang sering kami tidur bersama di sana. Aku menciumi bibirnya dengan cepat mengelus semua badannya yang putih mulus itu. Memainkan nipplenya yang sudah tegang mencuat. Sora hanya mengerang pelan ketika kuperlakukan seperti itu dia berusaha mendorong tubuhku, tapi aku lebih besar darinya jadi tidak mungkin Sora bisa membuatku menjauh dari pelukanku sekarang. Berhenti mencium bibirnya aku beralih ke tengkuknya yang menggiurkan selalu membuatku ingin membuat kiss mark di sana. Sora menjerit tertahan ketika aku menggigit lehernya pelan kedua tangannya kutahan di atas dengan kedua bajunya yang sudah kuangkat dan kualihkan sebagai pengingat tangannya.

“Ki ... Kiriya apa yang kau lakukan ? Lepaskan aku” serunya tertahan karena aku kembali memainkan nipplenya yang sudah memerah itu.

Smiling Face by Sa-Chan - Part 03 - [Part Story]



Smiling Face Part 3
By : Sa-Chan

Face 3

Kami sudah sampai di kampus dalam perjalanan kemari tadi tak ada yang berani bicara duluan. Kiriya masih dengan wajah amarahnya alisnya tertekuk sedemikian rupa, makin membuat wajahnya menakutkan. Aku tidak berani berbuat apa – apa lagi, jika Kiriya sudah seperti ini. Tiba – tiba segerombolan mahasiswi datang kearah kami dan langsung mengerumuni Kiriya, aku langsung melesat keluar dari gerombolan itu dan mengambil nafas dalam – dalam. Fans Kiriya memang sangat fanatik mungkin ini adalah kesempatanku untuk bebas dari Kiriya walau hanya sebentar, akupun langsung menjauh dari tempat mereka tiba – tiba Kiriya teriak kearahku.

“Hei Sora !! Kau mau kemana ? Jangan pergi !!” sahutnya masih teriak di gerombolan para fans – fansnya itu.

Smiling Face by Sa-Chan - Part 02 - [Part Story]


Smiling Face Part 2
By : Sa-Chan

Face 2

Tubuh Kiriya yang tinggi dan atletis sudah terhampar di atas kasurku yang cukup kecil untuk ukuran Kiriya. Kakinya yang panjang tidak cukup sampai menutupi kasurku itu. Aku hanya mendesah sambil menaruh tas selempang di meja belajarku, lalu menarik kursi di depannya dan mulai mengerjakan semua tugas – tugas kuliahku. Aktifitas ini sudah biasa kulakukan jika sehabis pulang bekerja, walaupun lelah, aku harus tetap rajin, karena aku adalah mahasiswa beasiswa di kampusku itu. Prestasiku tidak boleh turun walaupun tiap hari bekerja sebagai part-timer.

“Kau masih mengerjakan sesuatu ?” tanya Kiriya tiba – tiba mengagetkanku.

Smiling Face by Sa-Chan - Part 01 - [Part Story]



Smiling Face Part 1
By. Sa-chan

Author POV’s

“Kau melamun, Sora” sahut seseorang membuyarkan pikiran orang yang sedang melamun tersebut.

“Hanya halusinasimu saja Kiriya, aku pulang duluan” sahut orang yang melamun tersebut segera beranjak dari tempat duduknya, namun tangannya ditahan oleh orang yang bernama Kiriya itu.

“Kita makan siang dulu” ujar Kiriya menatap temannya itu dalam, Sora tahu dia tidak dapat melawan permintaan Kiriya tersebut.

Thursday 12 May 2016

"HERO" by Nayaka Al-Gibran - Part End - [Part Story]



HERO
By. Nayaka Al Gibran
Part End

“Apa yang ingin kamu tau tentang Mama dan Papa, Dek? Apa yang ingin kamu tahu tentangku?” Dia bicara, namun pandangannya sama sekali tidak tertuju padaku. “Kurasa dengan melihat keadaanku sekarang pun kamu sudah bisa menyimpulkan sendiri tanpa kuterangkan.”

“Gak, aku gak bisa. Tolong simpulkan untukku.” Aku tak ingin dia mendiamkan diri lagi. “Di mana Tante sama Om sekarang?”

Asap rokok mengawali jawaban Hero. “Mama meninggal lebih dua tahun lalu…”

"HERO" by Nayaka Al-Gibran - Part 11 - [Part Story]



HERO
By. Nayaka Al Gibran
Part 11

12 MONTHS EARLIER…

Pertama kalinya ia tahu jika ternyata teman masa kecilnya bersekolah di tempat yang sama dengannya, itu saat ia harus ke kantor untuk mengambil boardmarker baru. Hari itu adalah hari piketnya di kelas. Di kantor, ia tak sengaja mendengar ceramah guru BP di sekolahnya. Dari ruangannya, suara sang guru BP terlalu nyaring untuk diabaikan begitu saja. Sebenarnya bukan suara sang guru yang tidak bisa diabaikan, tapi nama yang disebutkan berulang-ulang oleh sang guru dengan nada marah. Nama yang begitu ia ingat, yang berkali-kali ia tulis dalam catatannya. Ia seperti tersiram air es ketika mendengar nama itu. Berlama-lama memilih boardmarker, ia menunggu siswa yang sedang diceramahi itu keluar dari ruangan guru BP, untuk memastikan keyakinannya.

"HERO" by Nayaka Al-Gibran - Part 10 - [Part Story]



HERO
By. Nayaka Al Gibran
Part 10

3 YEARS AGO…

Di kamarnya, ia merasa perlu membuka buku catatannya. Firasatnya terasa lain hari itu. Ingatannya tidak pernah sekuat itu. Ketika ia mulai membaca setelah cukup lama tidak membuka bukunya, ia menyadari banyak hal yang belum dituliskannya, hal-hal menyangkut perasaannya. Ia perlu menuliskannya juga. Maka ia mulai menulisi lembar baru, menambah catatan baru, mencita-citakan hari depan, mereka-reka hari di mana mereka akan bertemu kembali, menjabarkan harapannya di setiap baris. Kian hari, aktivitas itu kian terasa mengasyikkan. Ia seakan bisa bercengkerama langsung dengan seseorang di masa lalu itu.